HASIL SIMPOSIUM SISWA MAN KOTA DI MANTENAN

16.47


MENANGKAL RADIKALISME
tidak bisa dipungkiri bahwa banyak umat Muslim Indonesia memahami Islam dalam perspektif radikalisme. Mereka menggunakan beberapa cara untuk menyebarkan radikalisme ini melalui organisasi kader, ceramah di masjid-masjid yang dikelola dengan kendali mereka, penerbitan majalah, booklet dan buku, dan melalui berbagai situs di internet. Akibatnya, radikalisme Islam telah memasuki sebagian besar sekolah di beberapa daerah. Jika hal ini tidak segera diantisipasi, maka dapat membantu dalam menumbuhkan sikap intoleransi di kalangan siswa yang bertentangan dengan tujuan pendidikan agama itu sendiri.

Apa sih yang di Maksud dengan Radikalisme Agama?
Bro sist, Istilah radikalisme berasal dari bahasa Latin “radix” yang artinya akar, pangkal, bagian bawah, atau bisa juga berarti menyeluruh, habis-habisan dan amat keras untuk menuntut perubahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) radikalisme berarti (1) Paham atau aliran yang radikal dalam politik; (2) Paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; (3) Sikap ekstrem dalam aliran politik.
Setidaknya, radikalisme bisa dibedakan ke dalam dua level, yaitu level pemikiran dan level aksi atau tindakan. Pada level pemikiran, radikalisme masih berupa wacana, konsep dan gagasan yang masih diperbincangkan, yang intinya mendukung penggunaan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan. Adapun pada level aksi atau tindakan, radikalisme bisa berada pada ranah sosial-politik dan agama. Pada ranah politik, faham ini tampak tercermin dari adanya tindakan memaksakan pendapatnya dengan cara-cara yang inkonstitusional, bahkan bisa berupa tindakan mobilisasi masa untuk kepentingan politik tertentu dan berujung pada konflik sosial.
Dalam bidang keagamaan, fenomena radikalisme agama tercermin dari tindakan-tindakan destruktif-anarkis atas nama agama dari sekelompok orang terhadap kelompok pemeluk agama lain (eksternal) atau kelompok seagama (internal) yang berbeda dan dianggap sesat. Termasuk dalam tindakan radikalisme agama adalah aktifitas untuk memaksakan pendapat, keinginan, dan cita-cita keagamaan dengan jalan kekerasan. Radikalisme agama bisa menjangkiti semua pemeluk agama, tidak terkecuali di kalangan pemeluk Islam.
Lebih detil, Rubaidi menguraikan lima ciri gerakan radikalisme. Pertama, menjadikan Islam sebagai ideologi final dalam mengatur kehidupan individual dan juga politik ketata negaraan. Kedua, nilai-nilai Islam yang dianut mengadopsi sumbernya—di Timur Tengah—secara apa adanya tanpa mempertimbangkan perkembangan sosial dan politik ketika Al-Quran dan hadits hadir di muka bumi ini, dengan realitas lokal kekinian. Ketiga, karena perhatian lebih terfokus pada teks Al-Qur’an dan hadist, maka purifikasi ini sangat berhati-hati untuk menerima segala budaya non asal Islam (budaya Timur Tengah) termasuk berhati-hati menerima tradisi lokal karena khawatir mencampuri Islam dengan bid’ah. Keempat, menolak ideologi Non-Timur Tengah termasuk ideologi Barat, seperti demokrasi, sekularisme dan liberalisme. Teman, sekali lagi, segala peraturan yang ditetapkan harus merujuk pada Al-Qur’an dan hadist. Kelima, gerakan kelompok ini sering berseberangan dengan masyarakat luas termasuk pemerintah. Oleh karena itu, terkadang terjadi gesekan ideologis bahkan fisik dengan kelompok lain, termasuk pemerintah.

Apa yang Menyebabkan Semakin Maraknya Radikalisme Agama?
Peningkatan radikalisme keagamaan banyak berakar pada kenyataan kian merebaknya berbagai penafsiran, pemahaman, aliran, bahkan sekte di dalam (intra) satu agama tertentu. Menurut Azyumardi Azra, di kalangan Islam, radikalisme keagamaan itu banyak bersumber dari:
1.      Pemahaman keagamaan yang literal, sepotong-sepotong terhadap ayat-ayat al-Qur’an.
Pemahaman seperti itu lah yang  hampir tidak memberikan ruang bagi akomodasi dan kompromi dengan kelompok-kelompok muslim lain yang umumnya moderat, dan karena itu menjadi arus utama (mainstream) umat. Kelompok umat Islam yang berpaham seperti ini sudah muncul sejak masa al-Khulafa’ al-Rasyidun keempat Ali ibn Abi Thalib dalam bentuk kaum Khawarij yang sangat radikal dan melakukan banyak pembunuhan terhadap pemimpin muslim yang telah mereka nyatakan ‘kafir’.
2.      Bacaan yang salah terhadap sejarah Islam yang dikombinasikan dengan idealisasi berlebihan terhadap Islam pada masa tertentu.
Ini terlihat dalam pandangan dan gerakan Salafi, khususnya pada spektrum sangat radikal seperti Wahabiyah yang muncul di Semenanjung Arabia pada akhir abad 18 awal sampai dengan abad 19 dan terus merebak sampai sekarang ini. Tema pokok kelompok dan sel Salafi ini adalah pemurnian Islam, yakni membersihkan Islam dari pemahaman dan praktek keagamaan yang mereka pandang sebagai ‘bid’ah’, yang tidak jarang mereka lakukan dengan cara-cara kekerasan. Dengan pemahaman dan praksis keagamaan seperti itu, kelompok dan sel radikal ini ‘menyempal’ (splinter) dari mainstream Islam yang memegang dominasi dan hegemoni otoritas teologis dan hukum agama dan sekaligus kepemimpinan agama. Karena itu, respon dan reaksi keras sering muncul dari kelompok-kelompok ‘mainstream’, arus utama, dalam agama. Mereka tidak jarang mengeluarkan ketetapan, bahkan fatwa, yang menetapkan kelompok-kelompok sempalan tersebut sebagai sesat dan menyesatkan. Ketetapan atau fatwa tersebut dalam prakteknya tidak jarang pula digunakan kelompok-kelompok mainstream tertentu sebagai dasar dan justifikasi untuk melakukan tindakan main hakim sendiri.
3.      Deprivasi politik, sosial dan ekonomi yang masih bertahan dalam masyarakat.
Pada saat yang sama, disorientasi dan dislokasi sosial-budaya, dan ekses globalisasi, dan semacamnya sekaligus merupakan tambahan faktor-faktor penting bagi kemunculan kelompok-kelompok radikal. Kelompok-kelompok sempalan tersebut tidak jarang mengambil bentuk kultus (cult), yang sangat eksklusif, tertutup dan berpusat pada seseorang yang dipandang kharismatik. Kelompok-kelompok ini dengan dogma eskatologis tertentu bahkan memandang dunia sudah menjelang akhir zaman dan kiamat; sekarang waktunya bertobat melalui pemimpin dan kelompok mereka. Doktrin dan pandangan teologis-eskatologis seperti ini, tidak bisa lain dengan segera dapat menimbulkan reaksi dari agama-agama mainstream, yang dapat berujung pada konflik sosial.

Oh ya! Kalian sebelumnya harus tahu bagaimana Sejarah Radikalisme!
Nah, Munculnya isu-isu politis mengenai radikalisme Islam merupakan tantangan baru bagi umat Islam untuk menjawabnya. Isu radikalisme Islam ini sebenarnya sudah lama mencuat di permukaan wacana internasional. Radikalisme Islam sebagai fenomena historis-sosiologis merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam wacana politik dan peradaban global akibat kekuatan media yang memiliki potensi besar dalam menciptakan persepsi masyarakat dunia.
Banyak label label yang diberikan oleh kalangan Eropa Barat dan Amerika Serikat untuk menyebut gerakan Islam radikal, dari sebutan kelompok garis keras, ekstrimis, militan, Islam kanan, fundamentalisme sampai terrorisme.
Bahkan di negara-negara Barat pasca hancurnya ideology komunisme (pasca perang dingin) memandang Islam sebagai sebuah gerakan dari peradaban yang menakutkan. Tidak ada gejolak politik yang lebih ditakuti melebihi bangkitnya gerakan Islam yang diberinya label sebagai radikalisme Islam. Tuduhan-tuduhan dan propaganda Barat atas Islam sebagai agama yang menopang gerakan radikalisme telah menjadi retorika internasional.
Label radikalisme bagi gerakan Islam yang menentang Barat dan sekutu-sekutunya dengan sengaja dijadikan komoditi politik. Gerakan perlawanan rakyat Palestina, Revolusi Islam Iran, Partai FIS Al-Jazair, perilaku anti-AS yang dipertunjukkan Mu’ammar Ghadafi ataupun Saddam Hussein, gerakan Islam di Mindanao Selatan, gerakan masyarakat Muslim Sudan yang anti-AS, merebaknya solidaritas Muslim Indonesia terhadap saudara-saudara yang tertindas dan sebagainya, adalah fenomena yang dijadikan media Barat dalam mengkapanyekan label radikalisme Islam.
Tetapi memang tidak bisa dibantah bahwa dalam perjalanan sejarahnya terdapat kelompok-kelompok Islam tertentu yang menggunakan jalan kekerasan untuk mencapai tujuan politis atau mempertahankan paham keagamaannya secara kaku yang dalam bahasa peradaban global sering disebut kaum radikalisme Islam.
Menurut Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Ahmad Bagja, radikalisme muncul karena ketidakadilan yang terjadi di dalam masyarakat. Kondisi tersebut bisa saja disebabkan oleh negara maupun kelompok lain yang berbeda paham, juga keyakinan. Pihak yang merasa diperlakukan secara tidak adil, lalu melakukan perlawanan. Radikalisme tak jarang menjadi pilihan bagi sebagian kalangan umat Islam untuk merespons sebuah keadaan. Bagi mereka, radikalisme merupakan sebuah pilihan untuk menyelesaikan masalah. Namun sebagian kalangan lainnya, menentang radikalisme dalam bentuk apapun. Sebab mereka meyakini radikalisme justru tak menyelesaikan apapun. Bahkan akan melahirkan masalah lain yang memiliki dampak berkepanjangan. Lebih jauh lagi, radikalisme justru akan menjadikan citra Islam sebagai agama yang tidak toleran dan sarat kekerasan.
Cendekiawan Muslim, Nazaruddin Umar, mengatakan radikalisme sebenarnya tak ada dalam sejarah Islam. Sebab selama ini Islam tak menggunakan radikalisme untuk berinteraksi dengan dunia lain. ‘’Dalam sejarahnya, Nabi selalu mengajarkan umatnya untuk bersikap lemah lembut,’’ tegasnya.Ini berarti, jelas Nazaruddin, bahwa penyebaran ajaran Islam yang diemban oleh Nabi Muhammad dilakukan dengan cara yang santun dan lemah lembut.Nabi mengajarkan untuk memberikan penghormatan kepada orang lain meski mereka adalah orang yang memiliki keyakinan yang berbeda.Nazaruddin menambahkan bahwa ajaran Islam yang masuk ke Indonesia juga dibawa dengan cara yang sangat damai. Pun penyebaran Islam yang terjadi di Negara lainnya. Ini sangat berbeda dengan negara-negara lain, terutama imperialis.

Bagaimana Faham Radikalisme Islam itu dapat Menyebar?
Para pendukung faham radikalisme Islam menggunakan berbagai sarana dan media untuk menyebarluaskan faham mereka, baik dalam rangka pengkaderan internal anggota maupun untuk kepentingan sosialisasi kepada masyarakat luas. Teman, berikut ini sarana yang ditempuh untuk menyebarluaskan faham radikalisme, antara lain:
1.      Melalui pengkaderan organisasi.
Pengaderan organisasi adalah kegiatan pembinaan terhadap anggota dan atau calon anggota dari organisasi simpatisan atau pengusung radikalisme. Pertama  Pengkaderan internal.Pengkaderan internal biasanya dilakukan dalam bentuk training calon anggota baru dan pembinaan anggota lama. Rekruitmen calon anggota baru dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Rekrutmen individual biasanya dilakukan oleh organisasi radikal Islam bawah tanah seperti NII, melalui apa yang sering disebut dengan pencucian otak (brainwashing).
Hampir semua korban pencucian otak dari kelompok ini menceritakan pengalamannya terkait dengan doktrinasi ajaran atau faham mereka yang sarat dengan muatan radikalisme, seperti diperbolehkannya melakukan kegiatan merampok untuk kepentingan NII.

2.      Melalui masjid-masjid yang berhasil “dikuasai”.
Kelompok Islam radikal juga sangat lihai memanfaatkan masjid yang kurang “diurus” oleh masyarakat sekitar. Kesan rebutan masjid ini pernah menjadi berita heboh beberapa waktu lalu.11 Pemanfaatan masjid sebagai tempat untuk menyebarkan ideologi radikalisme Islam terungkap berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh CSRC dan dimuat di harian Republika pada tanggal 10 Januari 2010. Penelitian sejenis tampaknya perlu dilakukan di Yogyakarta, mengingat kota ini juga tidak luput sebagai basis beberapa gerakan Islam radikal.
3.      Melalui majalah, buletin, dan booklet.
Penyebaran ideologi radikalisme juga dilakukan melalui majalah, buletin dan booklet. Salah satu buletin yang berisi ajakan untuk mengedepankan jihad dengan kekerasan adalah buletin “Dakwah & Jihad” yang diterbitkan oleh Majelis Ar-Rayan Pamulang di bawah asuhan Abu Muhammad Jibril, pentolan MMI, kakak kandung Irfan S Awwas, Amir MMI sekarang ini.
4.       Melalui penerbitan buku-buku.
Faham radikalisme juga disebarkan melalui buku-buku, baik terjemahan dari bahasa Arab, yang umumnya ditulis oleh para penulis Timur Tengah, maupun tulisan mereka sendiri. Tumbangnya pemerintahan Soeharto membuat kelompok-kelompok radikal yang dulu tiarap menjadi bangun kembali. Euforia reformasi ternyata juga berimbas dengan masuknya buku-buku berideologi radikal seperti jihad dari Timur Tengah ke Indonesia. Para penerbit pun tidak segan-segan untuk menerbitkan buku-buku terjemahan tersebut kepada masayarakat. International Cricis Group (ICG) melalui laporan rutinnya mensinyalir bahwa buku-buku jihad diterbitkan oleh semacam jaringan penerbit yang memiliki kedekatan ideologis dengan Jamaah Islamiyah (JI). Rumah-rumah penerbitan ini muncul dalam situs mereka: http://solobook. wordpress.com/.
12 Beberapa penerbit tersebut adalah Al-Alaq, kelompok Arafah, Kelompok al-Qowam, Kelompok Aqwam, Kafayeh Cipta Media (KCM), Penerbit di daerah Solo yang lain, dan Ar-Rahmah media. Arrahmah Media dikenal sebagai situs berita dan sekaligus penerbit dari beberapa buku jihad seperti: Jihad di Asia Tengah; The Giant Man, Biografi Mulloh Umar; Tidak Ada Damai dengan Israel; Awas! Operasi Intelijen-The Untold Story; Commander Khattab - Pahlawan Jihad Chechnya; Army Madinah in Kashmir; Tiada Khilafah Tanpa Tauhid dan Jihad, dan lain-lain.
5.       Melalui internet.
Selain menggunakan media kertas, kelompok radikal juga memanfaatkan dunia maya untuk menyebarluaskan buku-buku dan informasi tentang jihad. Beberapa situs yang sempat dilacak oleh peneliti adalah:
a.       www.arahmah.com.
Situs ini didirikan oleh Muhammad Jibriel Abdul Rahman, terdakwa kasus Bom JW Marriot dan Ritz Carlton tahun 2009 yang tidak lain adalah anak dari Abu Jibril. Turut bergabung di dalamnya adalah Mikaiel Abdul Rahman, yang juga anak Abu Jibril. Isi situs www.arrahmah.com antara lain berupa berita-berita jihad di seluruh dunia, analisis jihad, artikel tentang jihad, jihad heroes, dan lain-lain. Situs ini juga memberikan informasi tentang review terhadap buku-buku bemuatan jihad, terutama yang diterbitkannya sendiri.
 Situs ini tidak jelas kapan berdiri dan siapa pendirinya, namun dari isi situs dapat diperkirakan bahwa orang-orang yang berada di belakang situs ini adalah jaringan jihadis yang memilih jalan “kekerasan” sebagai sarana untuk melancarkan cita-cita jihad mereka. Sejumlah link untuk mengunduh artikel maupun ebook tentang jihad dipaparkan dalam situs ini. Bahkan ditemukan juga artikel tentang inteligen terjemahan dari The Security and Intelligence Course – By Abu Abdullah Bin Adam (H.A.). Yang menarik dari situs ini adalah artikel tentang dukungan terhadap pelaku bom Solo dengan judul: “Pernyataan Terkait Bom Istisyhad di Solo pada Tanggal 25-09-2011”
c.        www.jihad.hexat.com.
Secara gamblang, situs jihad yang didirikan pada tanggal 7 April 2011 ini membeberkan beberapa jati dirinya antara lain. Situs jihad islami ini dibangun dengan maksud untuk memberikan penjelasan kepada umat Islam perihal jihad, sehingga tidak lagi ada antipati terhadap jihad yang merupakan bagian syariat islam. Tujuan situs jihad islami ini dibangun adalah agar umat islam mengerti arti dan hakikat jihad, lalu bangkit dari keadaan duduk untuk bersama-sama berjuang menegakkan Syariat Islam dalam segala aspek kehidupan, sehingga Syariat Islam menjadi rujukan tunggal bagi sistem pemerintahan dan kebijakan kenegaraan secara nasional maupun internasional. Yang dimaksudkan dengan Syariat Islam disini adalah, segala aturan hidup serta tuntunan yang diajarkan oleh agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Situs ini juga memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk mengakses beberapa artikel jihad dan buku karya Abu Mush’ab as-Syuri yang berjudul Da’wah Muqawamah Islamiyah ‘Alamiyah (DMIA).
Diperkirakan situs ini telah berdiri sejak April 2009. Tidak ada kejelasan tentang siapa pendiri situs ini, namun dari isi situs yang menampilkan bulletin JAT pada halaman tersendiri, bisa dipastikan bahwa mereka yang berada di balik situs ini adalah orang-orang yang memiliki jaringan dengan Jama’ah Anshoru Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Baasyir. Situs ini dipenuhi dengan artikel-artikel jihad yang kontorversial, di antaranya adalah fatwa tentang amaliyyah istisyhadiyyah yang menganggap bom bunuh diri sebagai bagian dari aktifitas jihad dalam rangka mencapai cita-cita mati syahid. Di samping itu, sejumlah buku jihad juga bisa diunduh secara gratis di situs ini, bahkan ada tulisan yang berbunyi: “Silahkan anda download, baca dan sebarkan ke semua kalangan dalam rangka menyebarkan dakwah yang mulia ini”.
Situs ini tidak jelas siapa pendirinya, dan diperkirakan sudah berdiri sejak Januari 2011. Berdasarkan statemen di situs ini, sangat mungkin situs ini didirikan oleh jaringan aktifis jihad melalui cara-cara kekerasan. Dalam situs ini terdapat link untuk mengunduh sejumlah file audio yang berisi ceramah-ceramah kajian terhadap buku-buku jihad oleh Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman, seorang ustadz yang disegani di kalangan jihadis dan kini sedang meringkuk di penjara karena dituduh terlibat dalam pelatihan bersenjata di Aceh pada tahun 2010 yang lalu.
Situs ini telah berdiri sejak Januari 2007, dan sampai sekarang tampaknya sudah tidak diurus lagi oleh pengelolanya. Namun demikian, situs ini tidak bisa dianggap enteng dalam ikut mendorong dan menyebarluaskan faham jihad kepada umat Islam melalui ajakan, artikel, dan buku yang bisa diunduh.
Pengelola situs bahkan mempersilahkan kepada siapa saja untuk memperbanyak atau menukil isi web site ini baik sebagian maupun secara keseluruhan dengan cara apapun, tanpa merobah isinya dan bukan untuk tujuan komersil.
Cara untuk Menanggulangi Radikalisme Khususnya di Sekolah
Fenomena masuknya faham radikalisme Islam ke sekolah tentu perlu segera diambil langkah-langkah penanggulangan dan pencegahannya. Ini adalah beberapa upaya yang bisa ditempuh, antara lain:
1.                  Memberikan penjelasan tentang Islam secara memadai.
 Misi ajaran Islam yang sebenarnya sangat mulia dan luhur seringkali justru mengalami distorsi akibat pemahaman yang keliru terhadap beberapa aspek ajaran Islam yang berpotensi menimbulkan faham radikalisme. Beberapa di antaranya adalah:
a.        Penjelasan tentang jihad.
Jihad adalah konsep ajaran Islam yang paling sering menimbulkan kontroversi di kalangan umat. Bagi kaum radikalis, jihad selalu bermakna “qital” atau peperangan atau perjuangan dengan mengangkat senjata.
Bro en sist Rahimakumullah, sebenarnya makna jihad mempunyai arti yang beragam, meskipun salah satu artinya perang melawan musuh Islam. Kata jihad secara harfiah dan istilah mempunyai makna yang beragam.
Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia misalnya, makna kata jihad diartikan: berbuat sesuatu secara maksimal, atau mengorbankan segala kemampuan. Arti lain dari kata jihad adalah berjuang/sungguhsungguh.
Tetapi bila dilihat dari sudut ilmu fiqih, jihad dapat dimaknai secara kontekstual sehingga bisa memiliki pengertian yang berbeda-beda. Pemaknaan jihad yang berbeda-beda tersebut mempunyai akibat hukum syariat yang berbeda dan kadang bersinggungan dengan akidah.
Sebagian ulama memaknai jihad sebagai usaha “mengerahkan segala kemampuan yang ada atau sesuatu yang dimiliki untuk menegakkan kebenaran dan kebaikan serta menentang kebatilan dan kejelekan dengan mengharap ridla Allah.21 Islam menegaskan, jihad selain merupakan salah satu inti ajaran Islam, juga tidak bisa disimplifikasi sebagai sinonim kata qital dan harb (perang).
Perang selalu merujuk kepada pertahanan diri dan perlawanan yang bersifat fisik, sementara jihad memiliki makna yang kaya nuansa. Demikian pula, sementara qital sebagai terma keagamaan baru muncul pada periode Madinah, sementara jihad telah menjadi dasar teologis sejak periode Mekah. Dari tiga puluh enam ayat Al-Quran yang mengandung (sekitar) tiga puluh sembilan kata j-h-d dengan segala derivasinya, tidak lebih dari sepuluh ayat yang terkait dengan perang. Selebihnya kata tersebut merujuk kepada segala aktivitas lahir dan batin, serta upaya intens dalam rangka menghadirkan kehendak Allah di muka bumi ini, yang pada dasarnya merupakan pengembangan nilai-nilai moralitas luhur, mulai penegakan keadilan hingga kedamaian dan kesejahteraan umat manusia dalam kehidupan ini. Pemaknaan ini sesuai dengan Hadits Rasulullah semisal dalam Musnad Imam Ahmad yang menegaskan bahwa mujahid adalah orang yang bersungguh-sungguh melawan subyektivitas kedirian demi untuk mentaati ajaran Allah.
Dalam ungkapan lain, jihad adalah kesungguhan hati untuk mengerahkan segala kemampuan untuk membumikan nilai-nilai dan ajaran Islam dalam kehidupan. Menurut Sjuhada Abduh dan Nahar Nahrawi, setidaknya ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan jihad, yaitu:
a)      Perang.
Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk tidak pernah gentar berperang di jalan Allah. Apabila kaum muslim dizalimi, fardhu kifayah bagi kaum muslim untuk berjihad dengan harta, jiwa dan raga. Jihad dalam bentuk peperangan diijinkan oleh Allah dengan beberapa syarat: untuk membela diri, dan melindungi dakwah.
Hal ini dijelaskan dalam firman Allah dalam Qs. an-Nisa [4]: 75, dan ayat “Diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh, Allah Mahakuasa menolong mereka itu.” (Qs. al-Hajj [22]: 39).
b)      Haji Mabrur.
 Haji yang mabrur merupakan merupakan ibadah yang setara dengan jihad. Bahkan, bagi perempuan, haji yang mabrur merupakan jihad yang utama. Hal ini ditegaskan dalam beberapa Hadis, diantaranya sebagai berikut: Aisyah ra berkata: Aku menyatakan kepada Rasulullah SAW: tidakkah kamu keluar berjihad bersamamu, aku tidak melihat ada amalan yang lebih baik dari pada jihad, Rasulullah SAW menyatakan: tidak ada, tetapi untukmu jihad yang lebih baik dan lebih indah adalah melaksanakan haji menuju haji yang mabrur.
c)      Menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang dzalim.
Perintah jihad melawan penguasa yang zalim disebutkan, antara lain, dalam hadits riwayat at-Tirmizi: Abu Said al-Khudri menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya diantara jihad yang paling besar adalah menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim. Kata A’dzam pada hadits di atas, menunjukkan bahwa upaya menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim merupakan suatu perjuangan yang sangat besar.
Sebab, hal itu sangat mungkin mengandung resiko yang cukup besar pula.
d)      Berbakti kepada orang tua.
Jihad yang lainnya adalah berbakti kepada orang tua. Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk menghormati dan berbakti kepada orang tua, tidak hanya ketika mereka masih hidup tetapi juga sampai kedua orang tua wafat. Seorang anak tetap harus menghormati orangtuanya, meskipun seorang anak tidak wajib taat terhadap orang tua yang memaksanya untuk berbuat musyrik (Qs. Luqman, [31]:14).
Seseorang datang kepada Nabi SAW untuk meminta izin ikut berjihad bersamanya. Kemudian Nabi SAW bertanya: apakah kedua orang tuamu masih hidup? Ia menjawab: masih, Nabi SAW bersabda: terhadap keduanya maka berjihadlah kamu.
Berjihad untuk orang tua, berarti melaksanakan petunjuk, arahan, bimbingan, dan kemauan orang tua. Kata fajahid dalam hadis tersebut, berarti memperlakukan orang tua dengan cara yang baik, yaitu dengan mengupayakan kesenangan orang tua, meng-hargai jasa-jasanya, menyembunyikan melemahan dan kekurangan-nya serta berperilaku dengan tutur kata dan perbuatan yang mulia. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah al-Isra [17] ayat 23.
e)       Membantu Fakir-Miskin.
Jihad yang tidak kalah pentingnya adalah membantu orang miskin, peduli kepada sesama, menyantuni kaum du’afa. Bantuan pemberdayaan dapat diberikan dalam bentuk perhatian dan perlindungan atau bantuan material. Hadis yang diriwayatkan Bukhori berikut ini menjelaskan: Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang menolong dan memberikan perlindungan kepada janda dan orang miskin sama seperti orang yang melakukan jihad di jalan Allah.”
Memberikan bantuan finansial dan perlindungan kepada orang miskin dan janda, merupakan amalan yang sama nilainya dengan jihad di jalan Allah.

2.                   Mengedepankan dialog dalam pembelajaran agama Islam.
Jadi, pembelajaran Agama Islam yang mengedepankan indoktrinasi faham tertentu dengan mengesampingkan faham yang lain hanya akan membuat para siswa memiliki sikap eksklusif yang pada gilirannya kurang menghargai keberadaan liyan atau others.
Sudah saatnya para guru PAI membekali dirinya dengan pemahaman yang luas dan lintas madzhab sehingga mampu mememenuhi kehausan spiritual siswa dan mahasiswa dengan pencerahan yang bersendikan kedamaian dan kesejukan ajaran Islam.

3.                  Pemantauan terhadap kegiatan dan materi mentoring keagamaan.
Keberadaan kegiatan mentoring agama Islam atau kegiatan Rohis yang lain di sekolah sesungguhnya sangat membantu tercapainya tujuan pendidikan agama Islam. Namun jika guru PAI tidak melakukan pendampingan dan monitoring, dikhawatirkan terjadi pembelokan kegiatan mentoring dan Rohis lainnya.
Bagi pengurus Rohis, sudah seharusnya mereka selalu berkonsultasi dengan pihak guru Agama atau pihak-pihak lain yang dipandang memiliki wawasan keislaman moderat agar tidak terbawa arus pada pemahaman Islam yang sarat dengan muatan radikalisme.
4.                  Pengenalan dan penerapan pendidikan multikultural.
Pendidikan multikultural teman, pada dasarnya adalah konsep dan praktek pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai persamaan tanpa melihat perbedaan latar belakang budaya, sosial-ekonomi, etnis, agama, gender, dan lain-lain. Semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh hak pendidikan.
Dengan penerapan pendidikan multikultural, diharapkan semangat eksklusif dan merasa benar sendiri sebagai penyebab terjadinya konflik dengan liyan atau others bisa dihindari. Seorang multukulturalis sejati adalah pribadi yang selalu bersikap toleran, menghargai keberadaan liyan tanpa dia sendiri kehilangan identitasnya. Kalau tujuan akhir pendidikan adalah perubahan perilaku dan sikap serta kualitas seseorang, maka pengajaran harus berlangsung sedemikian rupa sehingga tidak sekedar memberi informasi atau pengetahuan melainkan harus menyentuh hati, sehingga akan mendorongnya dapat mengambil keputusan untuk berubah.
Pendidikan agama Islam, dengan demikian, di samping bertujuan untuk memperteguh keyakinan pada agamanya, juga harus diorientasikan untuk menanamkan empati, simpati dan solidaritas terhadap sesama. Dengan demikian, dalam hal ini, semua materi buku-buku yang diajarkannya tentunya harus menyentuh tentang isu pluralitas.
 Dari sinilah kemudian kita akan mengerti urgensinya untuk menyusun bentuk kurikulum pendidikan agama berbasis pluralisme agama.
Kesimpulan
Nah Bro Sist!, akhirnya kita perlu menyadari bahwa menanggulangi faham radikalisme agama yang sudah berada di depan mata bukanlah pekerjaan yang bisa dilakukan sambil bersantai.
Perlu kerjasama yang erat antar berbagai elemen seperti kepala sekolah, guru, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat sekitar agar faham-faham radikalisme tidak tumbuh subur di sekolah atau di sekitar kita.
 Perlu segera diwaspadai, jika ada anggota masyarakat sekolah yang menunjukkan gejala terindikasi faham radikalisme, yang nampak dalam ciri-ciri fisik maupun jalan berpikirnya.
Mereka bukan untuk dihindari tetapi perlu dirangkul dan daiajak untuk kembali ke jalan Islam yang penuh kedamaian dan kesejukan.
Tentu kita semua akan menyesal jika ada di antara teman-teman atau keluarga kita ternyata telah terjerumus begitu jauh pada faham-faham radikal.
Islam mengajarkan perdamaian, toleransi dan jauh dari perilaku radikal yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Ajaran aman, nyaman dan damai dalam Islam adalah sebagaimana disabdakan Rasulullah Saw, bahwa “al-Muslimu man salima al- Muslimuna min yadihi wa lisanihi”. Muslim sejati adalah seseorang yang membuat nyaman umat Islam yang lain dari kejahahatan tangan dan lisannya.
Muslim sejati adalah muslim yang bisa berperan sebagai problem solver bukan menjadi problem maker bagi umat Islam yang lain. “Khairu an-nas anfa’uhum li an-nas”. Wallahu’alam bishowab.







Rujukan
Abduh, Sjuhada dan Nahar, Nahrawi, “Makna Jihad dan Respon Komunitas
Muslim Serang Paska Eksekusi Imam Samudra” dalam Jurnal Harmoni
Vol. VIII No. 32, Oktober-Nopember 2009
Azra, Azyumardi, “Akar radikalisme keagamaan peran aparat negara, pemimpin
agama dan guru untuk kerukunan umat beragama”, makalah dalam
workshop “Memperkuat Toleransi Melalui Institusi Sekolah”, yang
diselenggarakan oleh The Habibie Center, tanggal 14 Mei 2011, di Hotel
Aston Bogor.
Fadjar, Abdullah dkk, Laporan Penelitian Islam Kampus, Jakarta, Ditjen Dikti
Depdiknas, 2007
http://www.suaramerdeka.com/harian/0605/02/nas07a.htm .Lihat pula: Catatan
harian seorang teroris dalam http://thoriquna.wordpress.com/2011/03/02/
biografi-catatan-jabir-rh/
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2006/02/06/brk,20060206-
73494,id.html
http://thoriquna.wordpress.com/2011/09/29/pernyataan-terkait-bom-istisyhaddi-
solo-pada-tanggal-25-09-2011/.
http://nasional.vivanews.com/news/read/216735-korban--n11-kode-sebutan-nii
http://abdullah-ubaid.blogspot.com/2007/02/rebutan-masjid-atawa-rebutanideologi.
html
http://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme_di_Indonesia
http://alqoidun.sitesled.com/kitab.php.htm

Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © 2015 Simple SEO ✔