MENANGKAL RADIKALISME
tidak bisa
dipungkiri bahwa banyak umat Muslim Indonesia memahami Islam dalam perspektif
radikalisme. Mereka menggunakan beberapa cara untuk menyebarkan radikalisme ini
melalui organisasi kader, ceramah di masjid-masjid yang dikelola dengan kendali
mereka, penerbitan majalah, booklet dan buku, dan melalui berbagai situs di
internet. Akibatnya, radikalisme Islam telah memasuki sebagian besar sekolah di
beberapa daerah. Jika hal ini tidak segera diantisipasi, maka dapat membantu
dalam menumbuhkan sikap intoleransi di kalangan siswa yang bertentangan dengan
tujuan pendidikan agama itu sendiri.
Apa
sih yang di Maksud dengan Radikalisme Agama?
Bro sist, Istilah radikalisme berasal
dari bahasa Latin “radix” yang artinya akar, pangkal, bagian bawah, atau bisa
juga berarti menyeluruh, habis-habisan dan amat keras untuk menuntut perubahan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) radikalisme berarti (1) Paham atau
aliran yang radikal dalam politik; (2) Paham atau aliran yang menginginkan
perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau
drastis; (3) Sikap ekstrem dalam aliran politik.
Setidaknya, radikalisme bisa dibedakan
ke dalam dua level, yaitu level pemikiran dan level aksi atau tindakan.
Pada level pemikiran, radikalisme
masih berupa wacana, konsep dan gagasan yang masih diperbincangkan, yang
intinya mendukung penggunaan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan. Adapun pada
level aksi atau tindakan, radikalisme
bisa berada pada ranah sosial-politik dan agama. Pada ranah politik, faham ini
tampak tercermin dari adanya tindakan memaksakan pendapatnya dengan cara-cara
yang inkonstitusional, bahkan bisa berupa tindakan mobilisasi masa untuk
kepentingan politik tertentu dan berujung pada konflik sosial.
Dalam
bidang keagamaan, fenomena radikalisme agama tercermin dari tindakan-tindakan
destruktif-anarkis atas nama agama dari sekelompok orang terhadap kelompok
pemeluk agama lain (eksternal) atau kelompok seagama (internal) yang berbeda
dan dianggap sesat. Termasuk dalam tindakan radikalisme agama adalah aktifitas
untuk memaksakan pendapat, keinginan, dan cita-cita keagamaan dengan jalan
kekerasan. Radikalisme agama bisa menjangkiti semua pemeluk agama, tidak
terkecuali di kalangan pemeluk Islam.
Lebih detil, Rubaidi menguraikan lima
ciri gerakan radikalisme. Pertama, menjadikan Islam sebagai ideologi
final dalam mengatur kehidupan individual dan juga politik ketata negaraan. Kedua,
nilai-nilai Islam yang dianut mengadopsi sumbernya—di Timur Tengah—secara
apa adanya tanpa mempertimbangkan perkembangan sosial dan politik ketika
Al-Quran dan hadits hadir di muka bumi ini, dengan realitas lokal kekinian. Ketiga,
karena perhatian lebih terfokus pada teks Al-Qur’an dan hadist, maka
purifikasi ini sangat berhati-hati untuk menerima segala budaya non asal Islam
(budaya Timur Tengah) termasuk berhati-hati menerima tradisi lokal karena
khawatir mencampuri Islam dengan bid’ah. Keempat, menolak ideologi
Non-Timur Tengah termasuk ideologi Barat, seperti demokrasi, sekularisme dan
liberalisme. Teman, sekali lagi, segala peraturan yang ditetapkan harus merujuk
pada Al-Qur’an dan hadist. Kelima, gerakan kelompok ini sering
berseberangan dengan masyarakat luas termasuk pemerintah. Oleh karena itu,
terkadang terjadi gesekan ideologis bahkan fisik dengan kelompok lain, termasuk
pemerintah.
Apa yang Menyebabkan
Semakin Maraknya Radikalisme Agama?
Peningkatan
radikalisme keagamaan banyak berakar pada kenyataan kian merebaknya berbagai
penafsiran, pemahaman, aliran, bahkan sekte di dalam (intra) satu agama
tertentu. Menurut Azyumardi Azra, di kalangan Islam, radikalisme keagamaan itu
banyak bersumber dari:
1. Pemahaman
keagamaan yang literal, sepotong-sepotong terhadap ayat-ayat al-Qur’an.
Pemahaman
seperti itu lah yang hampir tidak
memberikan ruang bagi akomodasi dan kompromi dengan kelompok-kelompok muslim
lain yang umumnya moderat, dan karena itu menjadi arus utama (mainstream)
umat. Kelompok umat Islam yang berpaham seperti ini sudah muncul sejak masa al-Khulafa’
al-Rasyidun keempat Ali ibn Abi Thalib dalam bentuk kaum Khawarij yang
sangat radikal dan melakukan banyak pembunuhan terhadap pemimpin muslim yang
telah mereka nyatakan ‘kafir’.
2. Bacaan
yang salah terhadap sejarah Islam yang dikombinasikan dengan idealisasi
berlebihan terhadap Islam pada masa tertentu.
Ini terlihat dalam pandangan dan gerakan
Salafi, khususnya pada spektrum sangat radikal seperti Wahabiyah yang muncul di
Semenanjung Arabia pada akhir abad 18 awal sampai dengan abad 19 dan terus
merebak sampai sekarang ini. Tema pokok kelompok dan sel Salafi ini adalah
pemurnian Islam, yakni membersihkan Islam dari pemahaman dan praktek keagamaan
yang mereka pandang sebagai ‘bid’ah’, yang tidak jarang mereka lakukan
dengan cara-cara kekerasan. Dengan pemahaman dan praksis keagamaan seperti itu,
kelompok dan sel radikal ini ‘menyempal’ (splinter) dari mainstream Islam
yang memegang dominasi dan hegemoni otoritas teologis dan hukum agama dan
sekaligus kepemimpinan agama. Karena itu, respon dan reaksi keras sering muncul
dari kelompok-kelompok ‘mainstream’, arus utama, dalam agama. Mereka
tidak jarang mengeluarkan ketetapan, bahkan fatwa, yang menetapkan
kelompok-kelompok sempalan tersebut sebagai sesat dan menyesatkan. Ketetapan
atau fatwa tersebut dalam prakteknya tidak jarang pula digunakan
kelompok-kelompok mainstream tertentu sebagai dasar dan justifikasi
untuk melakukan tindakan main hakim sendiri.
3. Deprivasi
politik, sosial dan ekonomi yang masih bertahan dalam masyarakat.
Pada saat yang
sama, disorientasi dan dislokasi sosial-budaya, dan ekses globalisasi, dan
semacamnya sekaligus merupakan tambahan faktor-faktor penting bagi kemunculan
kelompok-kelompok radikal. Kelompok-kelompok sempalan tersebut tidak jarang
mengambil bentuk kultus (cult), yang sangat eksklusif, tertutup dan
berpusat pada seseorang yang dipandang kharismatik. Kelompok-kelompok ini
dengan dogma eskatologis tertentu bahkan memandang dunia sudah menjelang akhir
zaman dan kiamat; sekarang waktunya bertobat melalui pemimpin dan kelompok
mereka. Doktrin dan pandangan teologis-eskatologis seperti ini, tidak bisa lain
dengan segera dapat menimbulkan reaksi dari agama-agama mainstream, yang
dapat berujung pada konflik sosial.
Oh
ya! Kalian sebelumnya harus tahu bagaimana Sejarah Radikalisme!
Nah, Munculnya isu-isu politis mengenai radikalisme Islam
merupakan tantangan baru bagi umat Islam untuk menjawabnya. Isu radikalisme Islam ini sebenarnya sudah lama
mencuat di permukaan wacana internasional. Radikalisme Islam sebagai fenomena
historis-sosiologis merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam wacana
politik dan peradaban global akibat kekuatan media yang memiliki potensi besar
dalam menciptakan persepsi masyarakat dunia.
Banyak
label label yang diberikan oleh kalangan Eropa Barat dan Amerika Serikat untuk
menyebut gerakan Islam radikal, dari sebutan kelompok garis keras, ekstrimis,
militan, Islam kanan, fundamentalisme sampai terrorisme.
Bahkan di negara-negara Barat pasca hancurnya ideology
komunisme (pasca perang dingin) memandang Islam sebagai sebuah gerakan dari
peradaban yang menakutkan. Tidak ada gejolak politik yang lebih ditakuti
melebihi bangkitnya gerakan Islam yang diberinya label sebagai radikalisme
Islam. Tuduhan-tuduhan dan propaganda Barat atas Islam sebagai agama yang
menopang gerakan radikalisme telah menjadi retorika internasional.
Label radikalisme bagi gerakan Islam yang menentang Barat
dan sekutu-sekutunya dengan sengaja dijadikan komoditi politik. Gerakan
perlawanan rakyat Palestina, Revolusi Islam Iran, Partai FIS Al-Jazair,
perilaku anti-AS yang dipertunjukkan Mu’ammar Ghadafi ataupun Saddam Hussein,
gerakan Islam di Mindanao Selatan, gerakan masyarakat Muslim Sudan yang
anti-AS, merebaknya solidaritas Muslim Indonesia terhadap saudara-saudara yang
tertindas dan sebagainya, adalah fenomena yang dijadikan media Barat dalam mengkapanyekan
label radikalisme Islam.
Tetapi memang tidak bisa dibantah bahwa dalam perjalanan
sejarahnya terdapat kelompok-kelompok Islam tertentu yang menggunakan jalan
kekerasan untuk mencapai tujuan politis atau mempertahankan paham keagamaannya
secara kaku yang dalam bahasa peradaban global sering disebut kaum radikalisme
Islam.
Menurut Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Ahmad
Bagja, radikalisme muncul karena ketidakadilan yang terjadi di dalam
masyarakat. Kondisi tersebut bisa saja disebabkan oleh negara maupun kelompok
lain yang berbeda paham, juga keyakinan. Pihak yang merasa diperlakukan secara
tidak adil, lalu melakukan perlawanan. Radikalisme tak jarang menjadi
pilihan bagi sebagian kalangan umat Islam untuk merespons sebuah keadaan. Bagi
mereka, radikalisme merupakan sebuah pilihan untuk menyelesaikan masalah. Namun
sebagian kalangan lainnya, menentang radikalisme dalam bentuk apapun. Sebab mereka meyakini radikalisme
justru tak menyelesaikan apapun. Bahkan akan melahirkan masalah lain yang memiliki
dampak berkepanjangan. Lebih jauh lagi, radikalisme justru akan menjadikan
citra Islam sebagai agama yang tidak toleran dan sarat kekerasan.
Cendekiawan Muslim, Nazaruddin Umar, mengatakan radikalisme
sebenarnya tak ada dalam sejarah Islam. Sebab selama ini Islam tak menggunakan
radikalisme untuk berinteraksi dengan dunia lain. ‘’Dalam sejarahnya, Nabi
selalu mengajarkan umatnya untuk bersikap lemah lembut,’’ tegasnya.Ini berarti,
jelas Nazaruddin, bahwa penyebaran ajaran Islam yang diemban oleh Nabi Muhammad
dilakukan dengan cara yang santun dan lemah lembut.Nabi mengajarkan untuk
memberikan penghormatan kepada orang lain meski mereka adalah orang yang
memiliki keyakinan yang berbeda.Nazaruddin menambahkan bahwa ajaran Islam yang
masuk ke Indonesia juga dibawa dengan cara yang sangat damai. Pun penyebaran
Islam yang terjadi di Negara lainnya. Ini sangat berbeda dengan negara-negara
lain, terutama imperialis.
Bagaimana
Faham Radikalisme Islam itu dapat Menyebar?
Para pendukung faham radikalisme Islam
menggunakan berbagai sarana dan media untuk menyebarluaskan faham mereka, baik
dalam rangka pengkaderan internal anggota maupun untuk kepentingan sosialisasi
kepada masyarakat luas. Teman, berikut ini sarana yang ditempuh untuk
menyebarluaskan faham radikalisme, antara lain:
1.
Melalui
pengkaderan organisasi.
Pengaderan
organisasi adalah kegiatan pembinaan terhadap anggota dan atau calon anggota
dari organisasi simpatisan atau pengusung radikalisme. Pertama Pengkaderan internal.Pengkaderan internal
biasanya dilakukan dalam bentuk training calon anggota baru dan
pembinaan anggota lama. Rekruitmen calon anggota baru dilakukan baik secara
individual maupun kelompok. Rekrutmen individual biasanya dilakukan oleh
organisasi radikal Islam bawah tanah seperti NII, melalui apa yang sering
disebut dengan pencucian otak (brainwashing).
Hampir
semua korban pencucian otak dari kelompok ini menceritakan pengalamannya
terkait dengan doktrinasi ajaran atau faham mereka yang sarat dengan muatan
radikalisme, seperti diperbolehkannya melakukan kegiatan merampok untuk
kepentingan NII.
2.
Melalui
masjid-masjid yang berhasil “dikuasai”.
Kelompok Islam
radikal juga sangat lihai memanfaatkan masjid yang kurang “diurus” oleh
masyarakat sekitar. Kesan rebutan masjid ini pernah menjadi berita heboh
beberapa waktu lalu.11 Pemanfaatan masjid sebagai tempat untuk menyebarkan ideologi
radikalisme Islam terungkap berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh
CSRC dan dimuat di harian Republika pada tanggal 10 Januari 2010. Penelitian
sejenis tampaknya perlu dilakukan di Yogyakarta, mengingat kota ini juga tidak
luput sebagai basis beberapa gerakan Islam radikal.
3.
Melalui
majalah, buletin, dan booklet.
Penyebaran ideologi radikalisme juga dilakukan
melalui majalah, buletin dan booklet. Salah satu buletin yang berisi ajakan
untuk mengedepankan jihad dengan kekerasan adalah buletin “Dakwah & Jihad”
yang diterbitkan oleh Majelis Ar-Rayan Pamulang di bawah asuhan Abu Muhammad
Jibril, pentolan MMI, kakak kandung Irfan S Awwas, Amir MMI sekarang ini.
4.
Melalui
penerbitan buku-buku.
Faham radikalisme juga disebarkan
melalui buku-buku, baik terjemahan dari bahasa Arab, yang umumnya ditulis oleh para
penulis Timur Tengah, maupun tulisan mereka sendiri. Tumbangnya pemerintahan
Soeharto membuat kelompok-kelompok radikal yang dulu tiarap menjadi bangun
kembali. Euforia reformasi ternyata juga berimbas dengan masuknya buku-buku
berideologi radikal seperti jihad dari Timur Tengah ke Indonesia. Para penerbit
pun tidak segan-segan untuk menerbitkan buku-buku terjemahan tersebut kepada
masayarakat. International
Cricis Group (ICG) melalui laporan rutinnya
mensinyalir bahwa buku-buku jihad diterbitkan oleh semacam jaringan penerbit
yang memiliki kedekatan ideologis dengan Jamaah Islamiyah (JI). Rumah-rumah
penerbitan ini muncul dalam situs mereka: http://solobook.
wordpress.com/.
12
Beberapa penerbit tersebut adalah Al-Alaq, kelompok Arafah, Kelompok al-Qowam,
Kelompok Aqwam, Kafayeh Cipta Media (KCM), Penerbit di daerah Solo yang lain,
dan Ar-Rahmah media. Arrahmah Media dikenal sebagai situs berita dan sekaligus
penerbit dari beberapa buku jihad seperti: Jihad di Asia Tengah; The Giant
Man, Biografi Mulloh Umar; Tidak Ada Damai dengan Israel; Awas! Operasi
Intelijen-The Untold Story; Commander Khattab - Pahlawan Jihad Chechnya; Army
Madinah in Kashmir; Tiada Khilafah Tanpa Tauhid dan Jihad, dan lain-lain.
5.
Melalui
internet.
Selain
menggunakan media kertas, kelompok radikal juga memanfaatkan dunia maya untuk menyebarluaskan
buku-buku dan informasi tentang jihad. Beberapa situs yang sempat dilacak oleh
peneliti adalah:
Situs ini didirikan oleh Muhammad
Jibriel Abdul Rahman, terdakwa kasus Bom JW Marriot dan Ritz Carlton tahun 2009
yang tidak lain adalah anak dari Abu Jibril. Turut bergabung di dalamnya adalah
Mikaiel Abdul Rahman, yang juga anak Abu Jibril. Isi situs www.arrahmah.com
antara lain berupa berita-berita jihad di seluruh dunia, analisis jihad,
artikel tentang jihad, jihad heroes, dan lain-lain. Situs ini juga
memberikan informasi tentang review terhadap buku-buku bemuatan jihad, terutama
yang diterbitkannya sendiri.
Situs ini tidak jelas kapan berdiri dan siapa
pendirinya, namun dari isi situs dapat diperkirakan bahwa orang-orang yang
berada di belakang situs ini adalah jaringan jihadis yang memilih jalan
“kekerasan” sebagai sarana untuk melancarkan cita-cita jihad mereka. Sejumlah
link untuk mengunduh artikel maupun ebook tentang jihad dipaparkan dalam situs
ini. Bahkan ditemukan juga artikel tentang inteligen terjemahan dari The
Security and Intelligence Course – By Abu Abdullah Bin Adam (H.A.). Yang menarik
dari situs ini adalah artikel tentang dukungan terhadap pelaku bom Solo dengan
judul: “Pernyataan Terkait Bom Istisyhad di Solo pada Tanggal 25-09-2011”
Secara gamblang, situs jihad yang
didirikan pada tanggal 7 April 2011 ini membeberkan beberapa jati dirinya antara
lain. Situs jihad islami ini dibangun dengan maksud untuk memberikan penjelasan
kepada umat Islam perihal jihad, sehingga tidak lagi ada antipati terhadap
jihad yang merupakan bagian syariat islam. Tujuan situs jihad islami ini
dibangun adalah agar umat islam mengerti arti dan hakikat jihad, lalu bangkit
dari keadaan duduk untuk bersama-sama berjuang menegakkan Syariat Islam dalam
segala aspek kehidupan, sehingga Syariat Islam menjadi rujukan tunggal bagi
sistem pemerintahan dan kebijakan kenegaraan secara nasional maupun
internasional. Yang dimaksudkan dengan Syariat Islam disini adalah, segala
aturan hidup serta tuntunan yang diajarkan oleh agama Islam yang bersumber dari
al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Situs ini juga
memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk mengakses beberapa artikel
jihad dan buku karya Abu Mush’ab as-Syuri yang berjudul Da’wah Muqawamah
Islamiyah ‘Alamiyah (DMIA).
Diperkirakan situs ini telah berdiri
sejak April 2009. Tidak ada kejelasan tentang siapa pendiri situs ini, namun
dari isi situs yang menampilkan bulletin JAT pada halaman tersendiri, bisa
dipastikan bahwa mereka yang berada di balik situs ini adalah orang-orang yang
memiliki jaringan dengan Jama’ah Anshoru Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar
Baasyir. Situs ini dipenuhi dengan artikel-artikel jihad yang kontorversial, di
antaranya adalah fatwa tentang amaliyyah istisyhadiyyah yang menganggap
bom bunuh diri sebagai bagian dari aktifitas jihad dalam rangka mencapai
cita-cita mati syahid. Di samping itu, sejumlah buku jihad juga bisa diunduh
secara gratis di situs ini, bahkan ada tulisan yang berbunyi: “Silahkan anda
download, baca dan sebarkan ke semua kalangan dalam rangka menyebarkan dakwah
yang mulia ini”.
Situs ini tidak jelas siapa pendirinya,
dan diperkirakan sudah berdiri sejak Januari 2011. Berdasarkan statemen di
situs ini, sangat mungkin situs ini didirikan oleh jaringan aktifis jihad
melalui cara-cara kekerasan. Dalam situs ini terdapat link untuk mengunduh
sejumlah file audio yang berisi ceramah-ceramah kajian terhadap buku-buku jihad
oleh Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman, seorang ustadz yang disegani di
kalangan jihadis dan kini sedang meringkuk di penjara karena dituduh terlibat
dalam pelatihan bersenjata di Aceh pada tahun 2010 yang lalu.
Situs ini telah berdiri sejak
Januari 2007, dan sampai sekarang tampaknya sudah tidak diurus lagi oleh
pengelolanya. Namun demikian, situs ini tidak bisa dianggap enteng dalam ikut
mendorong dan menyebarluaskan faham jihad kepada umat Islam melalui ajakan,
artikel, dan buku yang bisa diunduh.
Pengelola situs bahkan
mempersilahkan kepada siapa saja untuk memperbanyak atau menukil isi web site
ini baik sebagian maupun secara keseluruhan dengan cara apapun, tanpa merobah
isinya dan bukan untuk tujuan komersil.
Cara
untuk Menanggulangi Radikalisme Khususnya di Sekolah
Fenomena
masuknya faham radikalisme Islam ke sekolah tentu perlu segera diambil
langkah-langkah penanggulangan dan pencegahannya. Ini adalah beberapa upaya yang
bisa ditempuh, antara lain:
1.
Memberikan penjelasan
tentang Islam secara memadai.
Misi ajaran Islam yang sebenarnya sangat mulia
dan luhur seringkali justru mengalami distorsi akibat pemahaman yang keliru
terhadap beberapa aspek ajaran Islam yang berpotensi menimbulkan faham
radikalisme. Beberapa di antaranya adalah:
a. Penjelasan tentang jihad.
Jihad
adalah konsep ajaran Islam yang paling sering menimbulkan kontroversi di
kalangan umat. Bagi kaum radikalis, jihad selalu bermakna “qital” atau
peperangan atau perjuangan dengan mengangkat senjata.
Bro
en sist Rahimakumullah, sebenarnya makna jihad mempunyai arti yang beragam,
meskipun salah satu artinya perang melawan musuh Islam. Kata jihad secara
harfiah dan istilah mempunyai makna yang beragam.
Dalam
Ensiklopedi Islam Indonesia misalnya, makna kata jihad diartikan:
berbuat sesuatu secara maksimal, atau mengorbankan segala kemampuan. Arti lain
dari kata jihad adalah berjuang/sungguhsungguh.
Tetapi
bila dilihat dari sudut ilmu fiqih, jihad dapat dimaknai secara
kontekstual sehingga bisa memiliki pengertian yang berbeda-beda. Pemaknaan jihad
yang berbeda-beda tersebut mempunyai akibat hukum syariat yang berbeda dan
kadang bersinggungan dengan akidah.
Sebagian
ulama memaknai jihad sebagai usaha “mengerahkan segala kemampuan yang
ada atau sesuatu yang dimiliki untuk menegakkan kebenaran dan kebaikan serta
menentang kebatilan dan kejelekan dengan mengharap ridla Allah.21 Islam
menegaskan, jihad selain merupakan salah satu inti ajaran Islam, juga tidak
bisa disimplifikasi sebagai sinonim kata qital dan harb (perang).
Perang
selalu merujuk kepada pertahanan diri dan perlawanan yang bersifat fisik,
sementara jihad memiliki makna yang kaya nuansa. Demikian pula, sementara qital
sebagai terma keagamaan baru muncul pada periode Madinah, sementara jihad
telah menjadi dasar teologis sejak periode Mekah. Dari tiga puluh enam ayat
Al-Quran yang mengandung (sekitar) tiga puluh sembilan kata j-h-d dengan
segala derivasinya, tidak lebih dari sepuluh ayat yang terkait dengan perang.
Selebihnya kata tersebut merujuk kepada segala aktivitas lahir dan batin, serta
upaya intens dalam rangka menghadirkan kehendak Allah di muka bumi ini, yang pada
dasarnya merupakan pengembangan nilai-nilai moralitas luhur, mulai penegakan
keadilan hingga kedamaian dan kesejahteraan umat manusia dalam kehidupan ini.
Pemaknaan ini sesuai dengan Hadits Rasulullah semisal dalam Musnad Imam Ahmad
yang menegaskan bahwa mujahid adalah orang yang bersungguh-sungguh melawan subyektivitas
kedirian demi untuk mentaati ajaran Allah.
Dalam
ungkapan lain, jihad adalah kesungguhan hati untuk mengerahkan segala kemampuan
untuk membumikan nilai-nilai dan ajaran Islam dalam kehidupan. Menurut Sjuhada
Abduh dan Nahar Nahrawi, setidaknya ada beberapa pengertian yang berkaitan
dengan jihad, yaitu:
a) Perang.
Islam
mengajarkan kepada pemeluknya untuk tidak pernah gentar berperang di jalan
Allah. Apabila kaum muslim dizalimi, fardhu kifayah bagi kaum muslim untuk
berjihad dengan harta, jiwa dan raga. Jihad dalam bentuk peperangan diijinkan
oleh Allah dengan beberapa syarat: untuk membela diri, dan melindungi dakwah.
Hal
ini dijelaskan dalam firman Allah dalam Qs. an-Nisa [4]: 75, dan ayat
“Diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya
mereka dizalimi. Dan sungguh, Allah Mahakuasa menolong mereka itu.” (Qs.
al-Hajj [22]: 39).
b) Haji
Mabrur.
Haji yang mabrur merupakan merupakan ibadah
yang setara dengan jihad. Bahkan, bagi perempuan, haji yang mabrur merupakan
jihad yang utama. Hal ini ditegaskan dalam beberapa Hadis, diantaranya sebagai
berikut: Aisyah ra berkata: Aku menyatakan kepada Rasulullah SAW: tidakkah kamu
keluar berjihad bersamamu, aku tidak melihat ada amalan yang lebih baik dari
pada jihad, Rasulullah SAW menyatakan: tidak ada, tetapi untukmu jihad yang
lebih baik dan lebih indah adalah melaksanakan haji menuju haji yang mabrur.
c) Menyampaikan
kebenaran kepada penguasa yang dzalim.
Perintah jihad
melawan penguasa yang zalim disebutkan, antara lain, dalam hadits riwayat
at-Tirmizi: Abu Said al-Khudri menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya diantara jihad yang paling besar adalah menyampaikan kebenaran
kepada penguasa yang zalim. Kata A’dzam pada hadits di atas, menunjukkan
bahwa upaya menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim merupakan suatu perjuangan
yang sangat besar.
Sebab, hal itu
sangat mungkin mengandung resiko yang cukup besar pula.
d) Berbakti kepada orang tua.
Jihad
yang lainnya adalah berbakti kepada orang tua. Islam mengajarkan kepada
pemeluknya untuk menghormati dan berbakti kepada orang tua, tidak hanya ketika
mereka masih hidup tetapi juga sampai kedua orang tua wafat. Seorang anak tetap
harus menghormati orangtuanya, meskipun seorang anak tidak wajib taat terhadap
orang tua yang memaksanya untuk berbuat musyrik (Qs. Luqman, [31]:14).
Seseorang
datang kepada Nabi SAW untuk meminta izin ikut berjihad bersamanya. Kemudian
Nabi SAW bertanya: apakah kedua orang tuamu masih hidup? Ia menjawab: masih,
Nabi SAW bersabda: terhadap keduanya maka berjihadlah kamu.
Berjihad
untuk orang tua, berarti melaksanakan petunjuk, arahan, bimbingan, dan kemauan
orang tua. Kata fajahid dalam hadis tersebut, berarti memperlakukan
orang tua dengan cara yang baik, yaitu dengan mengupayakan kesenangan orang tua,
meng-hargai jasa-jasanya, menyembunyikan melemahan dan kekurangan-nya serta
berperilaku dengan tutur kata dan perbuatan yang mulia. Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam surah al-Isra [17] ayat 23.
e) Membantu Fakir-Miskin.
Jihad
yang tidak kalah pentingnya adalah membantu orang miskin, peduli kepada sesama,
menyantuni kaum du’afa. Bantuan pemberdayaan dapat diberikan dalam bentuk
perhatian dan perlindungan atau bantuan material. Hadis yang diriwayatkan
Bukhori berikut ini menjelaskan: Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW
bersabda, “Orang yang menolong dan memberikan perlindungan kepada janda dan
orang miskin sama seperti orang yang melakukan jihad di jalan Allah.”
Memberikan
bantuan finansial dan perlindungan kepada orang miskin dan janda, merupakan
amalan yang sama nilainya dengan jihad di jalan Allah.
2.
Mengedepankan dialog dalam pembelajaran agama
Islam.
Jadi, pembelajaran Agama Islam yang
mengedepankan indoktrinasi faham tertentu dengan mengesampingkan faham yang
lain hanya akan membuat para siswa memiliki sikap eksklusif yang pada
gilirannya kurang menghargai keberadaan liyan atau others.
Sudah saatnya para guru PAI
membekali dirinya dengan pemahaman yang luas dan lintas madzhab sehingga mampu
mememenuhi kehausan spiritual siswa dan mahasiswa dengan pencerahan yang
bersendikan kedamaian dan kesejukan ajaran Islam.
3.
Pemantauan terhadap
kegiatan dan materi mentoring keagamaan.
Keberadaan kegiatan mentoring agama
Islam atau kegiatan Rohis yang lain di sekolah sesungguhnya sangat membantu
tercapainya tujuan pendidikan agama Islam. Namun jika guru PAI tidak melakukan
pendampingan dan monitoring, dikhawatirkan terjadi pembelokan kegiatan
mentoring dan Rohis lainnya.
Bagi pengurus Rohis, sudah
seharusnya mereka selalu berkonsultasi dengan pihak guru Agama atau pihak-pihak
lain yang dipandang memiliki wawasan keislaman moderat agar tidak terbawa arus
pada pemahaman Islam yang sarat dengan muatan radikalisme.
4.
Pengenalan dan
penerapan pendidikan multikultural.
Pendidikan multikultural teman, pada
dasarnya adalah konsep dan praktek pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai
persamaan tanpa melihat perbedaan latar belakang budaya, sosial-ekonomi, etnis,
agama, gender, dan lain-lain. Semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk
memperoleh hak pendidikan.
Dengan penerapan pendidikan
multikultural, diharapkan semangat eksklusif dan merasa benar sendiri sebagai
penyebab terjadinya konflik dengan liyan atau others bisa
dihindari. Seorang multukulturalis sejati adalah pribadi yang selalu bersikap
toleran, menghargai keberadaan liyan tanpa dia sendiri kehilangan identitasnya.
Kalau tujuan akhir pendidikan adalah perubahan perilaku dan sikap serta
kualitas seseorang, maka pengajaran harus berlangsung sedemikian rupa sehingga
tidak sekedar memberi informasi atau pengetahuan melainkan harus menyentuh
hati, sehingga akan mendorongnya dapat mengambil keputusan untuk berubah.
Pendidikan agama Islam, dengan
demikian, di samping bertujuan untuk memperteguh keyakinan pada agamanya, juga harus
diorientasikan untuk menanamkan empati, simpati dan solidaritas terhadap
sesama. Dengan demikian, dalam hal ini, semua materi buku-buku yang
diajarkannya tentunya harus menyentuh tentang isu pluralitas.
Dari sinilah kemudian kita akan mengerti
urgensinya untuk menyusun bentuk kurikulum pendidikan agama berbasis pluralisme
agama.
Kesimpulan
Nah Bro Sist!, akhirnya
kita perlu menyadari bahwa menanggulangi faham radikalisme agama yang sudah berada
di depan mata bukanlah pekerjaan yang bisa dilakukan sambil bersantai.
Perlu kerjasama
yang erat antar berbagai elemen seperti kepala sekolah, guru, siswa, orang tua
siswa, dan masyarakat sekitar agar faham-faham radikalisme tidak tumbuh subur
di sekolah atau di sekitar kita.
Perlu segera diwaspadai, jika ada anggota
masyarakat sekolah yang menunjukkan gejala terindikasi faham radikalisme, yang
nampak dalam ciri-ciri fisik maupun jalan berpikirnya.
Mereka bukan
untuk dihindari tetapi perlu dirangkul dan daiajak untuk kembali ke jalan Islam
yang penuh kedamaian dan kesejukan.
Tentu kita semua
akan menyesal jika ada di antara teman-teman atau keluarga kita ternyata telah
terjerumus begitu jauh pada faham-faham radikal.
Islam
mengajarkan perdamaian, toleransi dan jauh dari perilaku radikal yang merugikan
diri sendiri dan orang lain. Ajaran aman, nyaman dan damai dalam Islam adalah
sebagaimana disabdakan Rasulullah Saw, bahwa “al-Muslimu man salima al- Muslimuna
min yadihi wa lisanihi”. Muslim sejati adalah seseorang yang membuat nyaman
umat Islam yang lain dari kejahahatan tangan dan lisannya.
Muslim sejati adalah
muslim yang bisa berperan sebagai problem solver bukan menjadi problem maker
bagi umat Islam yang lain. “Khairu an-nas anfa’uhum li an-nas”.
Wallahu’alam bishowab.
Rujukan
Abduh,
Sjuhada dan Nahar, Nahrawi, “Makna Jihad dan Respon Komunitas
Muslim
Serang Paska Eksekusi Imam Samudra” dalam Jurnal Harmoni
Vol.
VIII No. 32, Oktober-Nopember 2009
Azra,
Azyumardi, “Akar radikalisme keagamaan peran aparat negara, pemimpin
agama
dan guru untuk kerukunan umat beragama”, makalah dalam
workshop
“Memperkuat Toleransi Melalui Institusi Sekolah”, yang
diselenggarakan
oleh The Habibie Center, tanggal 14 Mei 2011, di Hotel
Aston
Bogor.
Fadjar,
Abdullah dkk, Laporan Penelitian Islam Kampus, Jakarta, Ditjen Dikti
Depdiknas,
2007
http://www.suaramerdeka.com/harian/0605/02/nas07a.htm
.Lihat pula: Catatan
harian
seorang teroris dalam http://thoriquna.wordpress.com/2011/03/02/
biografi-catatan-jabir-rh/
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2006/02/06/brk,20060206-
73494,id.html
http://thoriquna.wordpress.com/2011/09/29/pernyataan-terkait-bom-istisyhaddi-
solo-pada-tanggal-25-09-2011/.
http://nasional.vivanews.com/news/read/216735-korban--n11-kode-sebutan-nii
http://abdullah-ubaid.blogspot.com/2007/02/rebutan-masjid-atawa-rebutanideologi.
html
http://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme_di_Indonesia
http://alqoidun.sitesled.com/kitab.php.htm
0 Komentar
Penulisan markup di komentar